Laman

Selasa, 10 Juni 2014

Ingin Kecil Selamanya

Menghabiskan masa kecil di sebuah pedesaan yang jauh dari keramaian kota memang memori yang takkan terlupakan. Gunung Slamet yang tegak terlihat menjulang gagah dari depan rumahku. Pepohonan yang amat rindang menjadi pemandangan sehari-hari. Sawah-sawah subur membentang luas, hijau, dan asri. Gemericik air sungai semakin menyejukkan pikiran dan hati.
Aku punya banyak kawan karib semasa masih ingusan. Sebagian dari mereka temanku juga di bangku SD. Namanya bocah kampung, kami jauh dari yang berbau glamor. Di halaman rumah warga, kami biasa main masak-masakan, petak umpat, gobak sodor, atau lompat tali. Tak jarang di sebuah kebun kosong, kami senang sekali membuat gubuk-gubukan yang pondasinya terbuat dari kayu-kayu hasil mencari, dan atap serta dinding yang berasal dari daun pisang. Sekalinya hujan turun, brak! Rumah impian kami roboh seketika. Lalu kami pulang ke rumah sungguhan.
Saat ramadhan akan tiba, kami jauh-jauh hari sibuk memperbincangkan. Kami harus merayakan momen itu dengan suka cita, tanpa terkecuali. Hari pertama bulan puasa, semangat kami tiada yang menandingi. Shalat tarawih ada di shaf pertama, esok paginya kami pun hadir kuliah subuh sebelum para jama’ah shalat subuh itu sendiri pulang. Ngabuburit sengaja kami isi dengan jalan-jalan sore sepanjang dua kilometer. Ujung-ujungnya kami membeli es campur yang harganya murah meriah. Kalau malam lebaran tiba, kami saling bertukar kembang api lalu menyalakannya bersama. Esoknya, kami menunjukkan baju baru satu sama lain.
Masa kecil menjadi masa ketika segala sesuatunya dijalani tanpa beban. Dengan kondisi yang masih polos, semua terasa ringan dan menyenangkan. Tawa dan canda selalu menghiasi perjalanan hidup kami. Menangis pun karena jajan yang direbut oleh teman atau tak dibelikan mainan oleh Ayah. Dulu belum kenal apa itu cinta, maka tak pernah galau ketika si dia tak membalas sms. Dulu belum bergabung di organisasi, maka tak pernah pusing merumuskan program kerja. Dulu juga belum kuliah, makanya tak pernah stress karena makalah.
Finally, life must go on. Biarlah masa lalu menjadi buku kenangan yang kapanpun bisa dibuka oleh ingatan.  Dahulu tak akan pernah mampu berubah menjadi kini, demikian sebaliknya. Masa kecil justru dilalui sebagai tahap untuk menapaki kehidupan yang lebih hakiki. Masa kecil sengaja Allah sajikan dalam bentuk pre-test yang soal-soalnya terasa lebih mudah. Percayalah, Allah sudah mengatur dengan semanis-manisnya. Dengan begitu, maka tak ada lagi istilah: ingin kecil selamanya. Wallahu a’lam bishshawab.

5 komentar:

  1. Kereen. Masa kecilpun tak jauh berbeda Ai. Yang aku khawatirkan adalah apakah anak-anak zaman kini akan mengenang masa kecil yang penuh gadget ketimbang bersosialisasi? Hmm. Rasanya pengen balik ke masa laluuu. >.<

    BalasHapus
  2. Huaaa jadi malu ada blogger keren berkunjung ke sini :p
    Iya ay, miris dg kondisi sekarang. Mereka ga lagi bisa menikmati apa yang dulu kita rasakan. Mainan mereka udah serba gadget. Jadi keinget sama keponakan-keponakan aku T.T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebay tah... --"
      Sekarang juga faktor ketiadaan lahan untuk bermain Ai. Sawah dan emang yang dulu deket rumahpun udah jadi perumahan. Mau main kemana coba mereka?

      Hapus
    2. Iya makanya tambah kasihan ay :')

      Hapus
    3. Gantian mampir Ai.. ke blog ane yulinsar.blogspot.com ^^

      Hapus