Bismillaah.
Subhanallah, Maha Suci Allah,
sebaik-baik pengatur alur cerita kehidupan yang fana ini. Scripter
terbaik dunia akhirat. Btw, Jumat sore lalu menjadi suatu sore yang
menarik. Seperti biasanya aku mengikuti Speaking Class setiap hari
Selasa dan Jumat sore di Latanza Institute. Kali itu tema diskusi kita sangat seru,
mengenai ‘Antara Saya dan Mereka’. Seringkali kita dianggap sebelah mata
oleh
orang lain. Diremehkan, bak angin yang dibiarkan berlalu begitu saja. Pun
halnya dengan lingkungan kita berada, tidak mendukung kegiatan maupun pola
pikir kita. Terkadang nafsu bicara: “Aku lelah, aku ingin menyerah.” namun hati
nurani menyangkal: “Tidak, aku pasti bisa berdiri tegak.” Ya begitulah
kehidupan, manusia tak akan pernah bisa menjadi hebat jika tak punya masalah.
Bukan hidup namanya kalau berjalan mulus-mulus saja. Bukankah Allah memberikan
apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan? Andai Allah selalu
memberikan apa yang kita inginkan, mungkin tak akan ada lagi isak tangis di
sepertiga malam saat menunaikan Tahajjud agar Allah mewujudkan apa yang kita
mau.
Jika Allah menimpakan sesuatu
kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia.
Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak
kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS.
Yunus: 107
Ada pernyataan super dari Pak
Habibie: “Ketika seseorang menghina kamu, itu adalah sebuah pujian bahwa selama
ini mereka menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan kamu, bahkan ketika kamu
tidak memikirkan mereka.” Sosok Pak Habibie hebat bukan dalam sekelebat, perlu
perjuangan yang tak ringan. Ibarat karang yang tak akan pernah goyah diterpa
deburan ombak yang kencang. Sosok beliau saja masih sering dipandang sebelah
mata, apalagi kita, apalagi aku?
Belajar dari sosok Pak Habibie
atau sosok hebat lainnya, ternyata kehebatan mereka justru didukung oleh haters
mereka. Ketika orang lain mempertanyakan kemampuan kita: “emang lo bisa?”
Seharusnya dari situ semangat kita terbakar, seharusnya kita terpacu untuk bisa
melebihi mereka. Aku sendiri sering dipandang remeh. Mereka menjudge aku
tanpa terlebih dahulu mau mengenal seperti apa aku ini, atau mengunderestimate
aku terlalu dini. Dan yang bisa aku lakukan bukan terlalu banyak bercakap-cakap
kata, percuma gan. Tapi di sini kita perlu pembuktian. Kita buat suatu
saat mereka merasa malu dan bersalah telah memandang remeh kita. Di mana ada
kemauan (niat), di situ ada jalan. Dalam Hadits Arba’in pun niat ditempatkan di
urutan pertama, semakin membuktikan bahwa niat ibarat pondasi yang akan
mengokohkan suatu bangunan.
Menyerah pada keadaan bukan
solusi. Aku kembali diingatkan dengan kata-kata Mr.Mahbub, sang pemilik Latanza
Institute, “When you give up, it means that you die before the real death”.
Ketika kamu menyerah, itu berarti kamu mati sebelum kematian yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, kita hanya perlu membuktikan kepada dunia bahwa kita bisa
menaklukkan mimpi-mimpi kita. Terlalu sayang diri kita ini dianggap lemah tak
berdaya. Allah memberikan kita waktu yang sama, 24 jam. Porsi otak yang sama
pula. Bagaimana mengelolanya? Kembali kepada diri kita masing-masing. Seorang
juara lomba lari itu hanya memenangkan suatu pertandingan beberapa detik atau
bahkan satu detik saja dari para pelari di belakangnya. Untuk menjadi luar
biasa, lakukan yang luar biasa pula. Selangkah lebih maju itu kurang cukup.
Dua, tiga, dan seterusnya lebih maju baru cukup! Just expand your potential to
be one that you want^^
NB: Tulisan ini diketik dengan
semangat yang menggebu-gebu dari penulis. Special thanks to Big Family of
Latanza Institute. And, thanks a lot to the people who have been looking me
down. Because of you, I’m stronger now :)
Nuraini Ms.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar